Namek Tinus Blog

Selasa, 22 Oktober 2019

Fenomena Goyang PaTola

Namek Tinus BlogGOYANG PANTA BOLA “PATOLA” TREND MASA KINI YANG MENGALAHKAN BUDAYA TARIAN DAN YOSPAN

“Sebuah Trend Anak Muda Masa Kini Dengan Meninggalkan Budaya Asli, Apakah Ini Pelangaran UU Pornografi dan Pornoaksi?”

Oleh: Agus Wianimo, S.Hut

Belakangan ini, banyak orang sudah mulai tertarik dengan salah satu trend baru yang di populerkan oleh anak-anak muda, dan kebanyakan dari mereka adalah para gadis-gadis belia yang bahkan masi di bawah umur. Trend tersebut adalah goyang patola (Panta Bola).
Ilustrasi: Goyang Panta Bola (Patola), Contribut by Youtube.

Sebenarnya tarian ini adalah tarian yang di adopsi dari nergara eropa, amerika dan afrika yang kemudian di bawakan dalam sebuah tarian-tarian atau dance konteporer yang sudah di mordenisasikan. Sehingga terkesan erotis dan lebih memarekan salah satu bagian tubuh yakni Pan**t. Goyang panta bola atau lebih dikenal sebagai goyang patola ini, tidak memiliki sejarah yang jelas. Trend ini muncul ketika banyak orang di amerika dan dunia barat lainnya melakukan gerakan ini sebagai bagian dari penari latar pada sebuah vidio musik yang banyka menapilkan bagian tubuh tertentu. Yang kemudian di adopsi oleh sebagian anak muda terutama di tanah papua.
Fenomena goyang patola ini belakang di perbincangkan setelah terjadi sebuah kasus yang di luar agenda acara pada hajatan Festival Danau Sentani XII tahun 2018, yang dilakukan di Kabupaten Jayapura. Pada moment tersebut diijinkan oleh pemabawa acara untuk mengisi kekosongan waktu dalam jeda acara. Dan lagu tersebut di putarkan dengan judul “Patola-Panta Bola” yang di populerkan dalam lagu-lagu berjender Rap oleh sekelompok anak muda yang berasal dari Merauke. Setelah peristiwa tersebut mulai banyak orang membicarakan situasi ini. Dan dapat dijumpai di media Sosial seperti Twiter, Facebook, Youtube dan media lainnya.
Dosen Seni Tari Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Tanah Papua, Muhammad Ilham M. Murda menyoroti fenomena goyang patola yang ditampilkan dalam gelaran Festival Danau Sentani yang digelar di Khalkote, tepian Danau Sentani, Kabupaten Jayapura sejak 19 Juni 2018. Dalam keterangannya, Kandidat Doktor Antropologi Seni Universitas Cenderawasih ini mengatakan, sudah mulai ada pergeseran budaya asli papua yang terpengaruh dengan budaya barat. Salah satunya terlihat dari gerakan yang disajikan dalam goyang patola. Menurutnya, gerakan goyang patola adalah bentuk kesenian populer yang ada di negara lain dan sudah mulai digemari oleh masyarakat di Papua dari berbagai golongan. “Kalau melihat secara estetika gerak tarian Patola tersebut, banyak mengandung gerak sensual, erotis atau porno aksi yang bisa merusak moral generasi di Papua dan terkesan tidak mendidik,” ucap Muhamad Ilham M. Murda kepada Jubi, Rabu (20/6/2016).
Beberapa pendapat menyatakan bahwa:
"Maaf tong bagikan ajah, sekedar info untuk kaum muda."
"Za tra setuju, stopp, stop, stopp..."
"Goyang patola dan ancamanya bagi kaum muda papua"
Goyang Patola adalah pornoaksi, yakni sebuah gerakan erotis dan sensual yang dilakukan secara tunggal atau bersama-sama, yang menimbulkan fantasi seksual terhadap penonton. Dampak budaya liberalis ini mengikis budaya bangsa Papua, dan dakendensi moral. Kolonialisme Indonesia mengemas ini sebagai taktik kehancuran. Budaya kita distrigma menganut sex bebas. Padahal, dengan mendukung goyang Patola mereka sengaja mendukung dampak free sex.
Papua tidak memiliki budaya sex bebas. Budaya Free sex itu budaya liberalis barat yang telah dicangkok dalam moral negara kolonial Indonesia, yang mengijinkan goyang ngebor hingga patola, walau KUHP Pornoaksi tegas menolaknya. Dari pengamatan dimedia sosial terutama di media Twitter dapat dijumpai begitu banyak aksi-aksi yang menurut penulis sangat tidak mengangkat budaya orang Papua, mungkin dari seni kontemporer ini menjadi baik, namun tidak pada tempatnya. Karena mereka yang pada umumnya adalah kaum remaja dan muda terjebak oleh pemanfaatan teknologi yang tidak positif.
Perhatian orang tua sangat dibutuhkan terutama dalam hal memberikan pengetahuan dan informasi yang baik, sehingga potensi yang negatif ini tidak dapat dikembangkan. Disamping itu dalam hal mengontrol media sosial anak, orang tua perlu mengawasi dan menasehati jika ada hal-hal yang dapat mecerminkan hal-hal yang buruk. Selain itu perlu perhatian dari sekolah dengan memberikan pendidikan moral yang sering disampaikan kepada para murid agar memberikan pemahaman luas. Karena sekali lagi hal ini akan memberikan dampak kepada hal-hal yang negatif. #AW


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Belajar Hal Baru di Kota Saint Peterburg, Rusia.

Sankt-Peterburg (Dalam Bahasa Rusia: Санкт-Петербу́рг) adalah kota di Rusia. Kota ini dulunya bernama Petrograd dari tahun 1914-1924, dan L...