Papua merupakan salah satu sumber penyimpan dan penyumbang terbesar keanekaragaman hayati di Indonesia. Dengan keanekaragaman hayati yang sangat kaya ini, memberikan tantangan bagi setiap manusia yang ada di Papua untuk menjada dan melestarikannya. Dengan cara memanfaatkan dengan bijak, yakni mengambil sesuai dengan kebutuhan.
Beberapa pengelaman belakangan ini, setelah di lakukan banyak pengamatan dan penelitian bahwa di temukan banyak hal yang menjadi tugas kita semua, terutama dalam menjaga kekayaan sumberdaya hayati, terutama pada satwa-satwa endemik. Salah satu wilayah yang menjadi sumber keanekaragaman hayati adalah Asmat.
Asmat merutapakan salah satu wilayah suku di Selatan Papua yang merupakan Kabupaten Pemekaran yang di mekarkan pada Tahun 2008, dengan batas wilayah dari Kabupaten Mimika, Kab. Nduga, Kab. Yahukimo, Kab. Mappi, Kab. Boven Digoel dan Kabupaten Merauke serta berbatasan langsung dengan Laut Arafuru.
Keanekaragaman hayati yang tersedia di wilayah ini salah satunya adalah tersebar di wilayah Rawa Baki dan Sungai Frienschap. Wilayah ini merupakan kawasan penyangga air dan wilayah perlindungan untuk satwa endemik yakni kura-kura moncong babi (Carettochelys insclupta). Kura-kura ini lebih dikenal dengan nama kura-kura moncong babi karena bentuk hidungnya yang mirip hidung babi. Merupakan kura-kura air tawar, sehingga kaki depan bentuknya mereduksi seperti bentuk dayung. Kura-kura ini rata- rata berwarna abu-abu tua. Penyebarannya ada di perairan tawar di Selatan New Guinea.
Dengan di terapkannya beberapa lokasi untuk kegiatan perikanan tangkap di wilayah Asmat, dengan situasi yang sering mendapatkan pasang air yang tinggi mengakibatkan, beberapa jenis ikan budidaya yang berada di kola-kolam/sempang keluar dan berkembang biak di sungai-sungai, rawa dan kolam-kolam. salah satunya adalah jenis Ikan Gurami (Osphronemus goramy).
Ikan Gurami (Osphronemus goramy) dan Kakap Batu |
Di alam, gurami hidup di sungai- sungai, rawa dan kolam, termasuk pula di air payau;
namun paling menyukai kolam-kolam dangkal dengan banyak tumbuhan.
Sesekali ikan ini muncul ke permukaan untuk bernapas langsung dari
udara. Induk gurami, untuk beberapa waktu lamanya, menjaga dan memelihara
anak-anaknya. Telurnya dilekatkan di tetumbuhan air atau ditaruh di
sarang yang terbuat dari tumbuh-tumbuhan. Gurami terutama adalah pemakan tumbuhan, namun mau juga memangsa serangga dan ikan kecil lain, dan juga barang-barang yang membusuk di air didalam kolam-kolam.
Ikan gurami ini berkembang biak cukup cepat, karena dalam satu waktu bertelur dapat menghasilkan ratusan ribu telur. Dan dalam waktu 1-3 tahun sudah dapat menghasilkan generasi baru lagi. Hal ini mejadi ancaman bagi jenis ikan atau biota air tawar endemik yang jika di teliti lebih jauh lagi memiliki kekayaan estetika jika di kembangkan sebagai ikan hias.
Namun disamping menjadi ancaman bagi biota endemik di wilayah air tawar, terutama di wiayah rawa Baki dan Sungai Frienschap, ikan ini juga menjadi komoditi yang dapat di kembangkan sebagai salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki nilai jual yang tinggi. Untuk ikan Gurami saja di hargai Rp.60.000-Rp.100.000/Ekor. Selain penangkapan yang cukup jauh dari Ibukota Kabupaten, Wilayah ini juga memerlukan waktu dan teknik penangkapan agar tidak merusak dan mengurangi kualitas dari jenis Ikan Gurami ini jika di tangkap untuk kebutuhan penjualan..
Rawa Baki sendiri memiliki kawasan yang cukup besar yang berada pada wilayah kabupaten Asmat, dengan luasan 245,000 Ha (WWF-Indonesia) yang sementara ini akan di dorong menjadi kawasan konservasi baru
sebagai upaya
mendukung proses pemanfaatan dan fungsi kawasan konservasi berdasarkan Undang
–Undang No.5 Tahun 1990 dalam menetapkan
kawasan konservasi dengan pendekatan jenis atau spesies, pendekatan hidrologi,
pendekatan komunitas dan ekosistem serta pendekatan sosial budaya setempat
(manusia), untuk
mendorong pengelolaan Kawasan Konservasi baru di Asmat saat ini ( Kawasan Rawa
Baki dan Vrindescahp ) kepada pemerintah Kabupaten Asmat dan
telah di tanggapi baik dengan telah mengeluarkan surat rekomendasi Bupati Asmat
No. 522.13/129/BUP/VIII/2014 terhadap perubahan fungsi kawasan sebagai Hutan
lindung dengan usulan kawasan Rawa Baki dan Vrindeschap seluas 122,738,04 ha dari
fungsi hutan Produksi terbatas (HPT) untuk di ahli fungsikan menjadi kawasan
lindung yang telah di ajukan kepada Gubernur Provinsi Papua.
Selain memiliki potensi ikan endemik yang cuku beragam, Rawa Baki juga memilik potensi lain yang tak kalah penting, yakni sebagai taman untuk beberapa jenis tanaman anggrek dan pemandangan rawa yang sangat indah.
Hutan Pandan (Pandanus sp.) di Rawa Baki |
Salah satu jenis anggrek di wilayah Rawa Baki |
Dengan adanya pembukaan lahan dan perencanaan pengembangan Kampung-Kampung mejadi Distrik/kecamatan, akan mempengaruhi keanekaragaman hayati yang terdapat di wilayah ini. perubahan ini berdampak pada perluasan kawasan pencarian akan kebutuhan sehari-hari dan juga terancam pengambilan telur dan anak kura-kura moncong babi secara ilegal/pencurian dari pihak-pihak yang hanya menginginkan kekayaan dan kepuasan diri sendiri.